Menebar Kebaikan Melalui Tas Pertolongan Pertama

Menebar Kebaikan Melalui Tas Pertolongan Pertama

Pertolongan pertama perlu dilakukan ketika seseorang mengalami cedera atau kecelakaan yang memerlukan penanganan medis dasar. Dengan memberikan pertolongan pertama, kita dapat mencegah dampak kecelakaan yang dapat bertambah parah. Penting bagi kita mempelajari dasar-dasar pertolongan pertama sebagai tindak pencegahan karena kecelakaan atau situasi darurat dapat terjadi di waktu yang tidak disangka-sangka.

Kak Ritter Moses memiliki kebiasaan membawa tas pertolongan pertama (first aid bag) ketika melakukan aktivitasnya sehari-hari. Alasannya, sebagai langkah antisipasi kecelakaan atau kejadian yang tidak diinginkan. Kebiasaan ini muncul dilatarbelakangi oleh pengalaman pribadinya saat duduk di bangku Sekolah Dasar, ketika merawat sang Nenek pasca operasi.

Penasaran dengan kisahnya? Yuk, simak pengalaman Kak Ritter berikut ini!

Cerita di Balik Menjadi Penolong Pertama

Pengalaman menjadi penolong pertama berawal dari ketertarikannya terhadap dunia medis. Saat itu, nenek dari Kak Ritter telah selesai menjalani operasi sehingga rumahnya dipenuhi peralatan medis seperti NaCl untuk pembersihan luka, sarung tangan lateks, perban, dan peralatan lain yang digunakan untuk merawat luka pasca operasi.

Memasuki bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), untuk pertama kalinya Kak Ritter melihat secara langsung kecelakaan yang parah. Tidak ada hal yang bisa dilakukan oleh Kak Ritter sehingga kejadian itu hanya berlalu begitu saja. Sejak kejadian tersebut, Kak Ritter terdorong untuk membuat tas pertolongan pertamanya sendiri. Tas yang dibuat masih sederhana, memanfaatkan video tutorial yang ada di internet.

Kebiasaan Kak Ritter yang sudah dibangun sejak SMP berlanjut hingga memasuki dunia perkuliahan. Saat itu, Kak Ritter memutuskan untuk bergabung di KSR PMI atau Korps Sukarela Palang Merah Indonesia. Banyak ilmu yang didapatkan melalui berbagai pelatihan yang diadakan oleh KSR PMI. Meskipun berlangsung pada masa pandemi Covid-19 dan dilakukan secara online, hal tersebut tidak mematahkan semangat Kak Ritter dalam mengambil ilmu sebanyak-banyaknya.

Aku mulai belajar dan dapat banyak ilmu pertolongan pertama, tas PP itu isi esensialnya apa saja, sih, gitu. Melalui pelatihan itu aku jadi banyak belajar tentang menangani luka, bisa kenal banyak orang untuk berdiskusi, dan dari situ tas PP-ku mengalami modifikasi, jadi lebih compact tapi tetap fungsional dibanding ketika masih SMP dan SMA. Karena yang penting itu adalah konsep atau aturan pertolongan pertamanya, perlengkapan itu sebatas alat saja, tentunya masih bisa kita improvisasi.

Tas Pertolongan Pertama Menemani Setiap Langkah

Alat-alat pertolongan pertama (PP) selalu menemani langkah Kak Ritter setiap hari. Meskipun hanya pergi ke tempat dengan jarak yang dekat, Kak Ritter tetap membawa peralatan tersebut menggunakan tas. Kak Ritter membaginya dengan tiga jenis tas yaitu berwarna hitam yang berisi alat-alat yang cukup kompleks dan dua tas lainnya yang lebih kecil berbentuk seperti lunchbox, berisi alat perawatan luka saja.

Jadi aku bikin tiga jenis. Satu yang warna hitam. Kalau yang itu, kan, lumayan kompleks isinya, aku bawa termometer dan sebagainya. Kalau yang kedua dan ketiga itu tas yang lebih kecil untuk yang pergi deket-deket, misalnya sebatas keluar komplek atau belanja sebentar, itu isinya alat perawatan luka doang. Bentuk tasnya juga compact gitu, seukuran lunchbox, lah.

Lalu, apa saja sih alat-alat yang dibawa Kak Ritter?

Alat-Alat Yang Dibawa

Jadi, alat-alat di dalam tas pertolongan pertama Kak Ritter dibagi menjadi beberapa kategori sebagai berikut:

  1. Pertama, peralatan dan perlengkapan rawat luka. Terdiri atas kasa gulung berukuran 5 cm dan 10 cm (@4-5 pcs), kasa steril, obat antiseptik (povidone iodine), stik bidai, dan hypafix. Selain itu, ada gunting, alkohol 70%, dan H2O2 (hidrogren peroksida) untuk sterilisasi alat-alat.
  2. Kedua, APD (Alat Pelindung Diri) yang terdiri atas sarung tangan lateks dan masker medis.
  3. Ketiga, peralatan untuk cek tanda-tanda vital seperti oksimeter untuk mengukur saturasi oksigen dan termometer.
  4. Terakhir, beberapa obat-obatan pribadi dan generik, seperti paracetamol, sangobion, oralit, obat tetes mata, dan obat diare.

Aku dapat ilmu untuk selalu pakai Alat Pelindung Diri sebelum membantu orang lain dan sejak itu aku selalu bawa sarung tangan lateks dan masker medis.

Pengalaman Pertama Yang Mengesankan

Ada cerita menarik yang membuat Kak Ritter terkesan. Pada saat itu terjadi kecelakaan lalu lintas antara kendaraan beroda dua dan kendaraan beroda empat, di saat Kak Ritter dengan temannya sedang mencari makan siang. Kejadian itu merupakan pengalaman pertama Kak Ritter untuk menangani secara langsung korban kecelakaan. Tas pertolongan pertama yang dibawa Kak Ritter masih belum selengkap tas yang sekarang, sehingga waktu kejadian, Kak Ritter sempat meminta tolong orang disekitarnya untuk membeli beberapa peralatan.

Hal yang membuat itu berkesan adalah kebetulan aku menolong korban kecelakaan, ada dua orang, perempuan semua. Ada si driver dan si boncengers, si driver-nya itu nggak kenapa-napa, sedangkan si boncengers-nya itu luka sobek, 3-4 cm gitu. Nah, yang histeris dan panik itu si driver-nya, dia nangis juga waktu itu. Mungkin dia merasa bersalah karena ngebuat temannya luka kayak gitu. Padahal temannya aja itu nyantai, nggak nangis, nggak tegang, dan dia malah nenangin si driver-nya sambil bilang “lho, kamu kenapa nangis? Kamu, lho, nggak kenapa-napa. Aku juga nggak kenapa-napa, ini cuma luka sobek doang, kok.”

Pengalaman pertama Kak Ritter membawanya pada pengalaman-pengalaman menarik lainnya. Kak Ritter merasa senang dapat membantu orang-orang yang membutuhkan. Selain itu, pelajaran yang dapat ia ambil adalah belajar untuk tetap fokus di bawah tekanan saat situasi darurat.

Setidaknya dengan pertolongan pertama, korban itu jadi merasa lebih tenang karena pertolongannya itu sudah ada di dekat dia, semacam psychological support untuk dia. Meskipun mungkin saja pada akhirnya dia masih membutuhkan penanganan lebih lanjut di Rumah Sakit. Aku juga masih ngerasa adrenaline rush tiap kali menghadapi kejadian seperti itu meskipun sudah berkali-kali membantu orang yang kecelakaan. Menurutku, itu jadi salah satu respons tubuhku juga yang ngebantu aku buat tetap fokus di bawah tekanan.

Tips Menghadapi Situasi Darurat

Menurut Kak Ritter ada beberapa hal yang perlu diingat ketika kita menghadapi situasi darurat, salah satunya ketika terjadi kecelakaan lalu lintas.

Jangan hanya mengamati kejadian kecelakaannya saja. Kalau memang dari kita tidak dapat memberikan pertolongan pertama ke korban, kita tetap dapat membantu korban dengan mematikan mesin kendaraan supaya tidak menimbulkan korban baru atau membantu untuk menghubungi ambulans.

Jangan panik! Ketika kita panik, kita tidak tahu apa yang seharusnya kita lakukan untuk membantu korban kecelakaan. Kalau kondisi korbannya terlihat parah, langsung telfon ke emergency call center. Di Indonesia itu paling top-nya adalah 112, tapi ada juga 118 atau 119 dari beberapa Dinas Kesehatan atau rumah sakit.

Kak Ritter juga berpesan untuk teman-teman yang memiliki ilmu untuk melakukan pertolongan pertama, ketika memang alat yang tersedia tidak memadai, kita dapat melakukan improvisasi. Misalnya, ketika tidak ada stok kasa, dapat menggunakan handuk atau kain sebagai improvisasi. Hal terpenting adalah melakukan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip penanganan yang benar.

Langkah Menjadi Penolong Pertama

Kak Ritter menerapkan prinsip dengan menjadi Always Ready ketika ingin menjadi penolong pertama. Niat, empati, dan terus belajar adalah tiga hal yang dipegang Kak Ritter untuk mewujudkan prinsipnya. Semua hal yang kita lakukan pasti diawali dengan latar belakang yang dapat menggerakkan hati pada sebuah niat. Sama seperti Kak Ritter, ia mengawali kebiasaannya karena sang nenek yang dirawat dan kejadian kecelakaan lalu lintas yang dilihatnya secara langsung.

Kejadian apapun itu bisa kalian jadikan latar belakang untuk membantu orang lain, jadikan latar belakang itu menjadi niat membantu orang lain

Tidak lupa untuk menunjukkan rasa empati kita kepada korban kecelakaan meskipun kita mungkin belum bisa membantu. Hal itu secara tidak langsung adalah bentuk bantuan kita terhadap korban. Dan terakhir, dengan pengetahuan yang sudah ia dapatkan sejak lama, Kak Ritter tetap terus memperbaharui pengetahuannya mengenai pertolongan pertama, karena kita tidak pernah tahu kapan ilmu itu bisa dipakai, jadi, jangan berhenti belajar.

Sangat menarik ya cerita pengalaman Kak Ritter. Untuk kamu yang tertarik dengan kisah relawan lainnya, kamu dapat mengunjungi blog Indorelawan! Ubah Niat Baik Jadi Aksi Baik Hari Ini.

Project Relawan Super Indorelawan 2024
Reporter: Dwika Zain Magenda Muhammad
Copywriter: Firdanisa Ayu & Tsamara Putri
Editor: Indorelawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *