“Saya tidak pernah bercita-cita menjadi seorang social entrepreneur. Tapi hidup seringkali membawa kita ke jalan yang tak pernah kita bayangkan.”
Begitulah kisah Ratnawati Sutedjo dimulai—bukan dari ambisi, melainkan dari sebuah nazar yang akhirnya mengubah hidupnya. Sejak 2004, ia mendedikasikan hidupnya untuk Precious One, sebuah ruang pemberdayaan bagi penyandang disabilitas agar mereka bisa berkarya dan dikenal bukan karena belas kasihan, tapi karena kualitas mereka yang tak ternilai.
Dari Nazar Menjadi Gerakan Nyata
Perjalanan Ratnawati bermula saat ia jatuh sakit dan tak bisa beraktivitas seperti biasa. Di tengah proses penyembuhan, muncul pertanyaan sederhana namun dalam: bagaimana rasanya hidup dengan keterbatasan fisik secara permanen?
Dari pertanyaan itu, Ratnawati membuat janji pada dirinya sendiri—jika ia sembuh, ia akan berteman dan belajar memahami kehidupan para penyandang disabilitas.
Dan ternyata, janji kecil itu menjadi titik balik besar dalam hidupnya.
Ia mulai belajar bahasa isyarat dan berkenalan dengan teman-teman tuli serta disabilitas ganda. Salah satu momen yang tak pernah ia lupakan adalah ketika seorang teman tuli berkata dengan sedih, “Saya sudah melamar ke banyak tempat, tapi tidak ada yang menerima saya karena saya tidak bisa mendengar.”
Kata-kata itu menghantam Ratnawati dengan kuat. Ia sadar, menjadi “teman” saja tidak cukup—ia ingin membantu mereka melawan stigma dan menghadapi dunia yang belum ramah.

Precious One: Ruang Aman, Ruang Berkarya
Tanpa rencana bisnis besar atau modal melimpah, Ratnawati memulai langkahnya. Ia mengajak teman-teman disabilitas untuk membuat kerajinan tangan, berkreasi, dan menciptakan produk yang punya nilai seni tinggi. Maka lahirlah Precious One—sebuah gerakan sosial yang tumbuh dari ketulusan.
Dari satu orang menjadi dua, lalu bertambah menjadi puluhan. Bersama-sama, mereka membangun sesuatu yang lebih dari sekadar produk: mereka membangun martabat.
“Kami percaya bahwa kualitas adalah bahasa yang universal. Karya teman-teman disabilitas harus dilihat sebagai karya, bukan sebagai bentuk amal.”
Di Precious One, standar kualitas dijunjung tinggi. Proses produksi dilakukan dengan disiplin. Jika ada kesalahan, akan dikoreksi. Jika butuh peningkatan, akan dilatih. Semua dilakukan dengan pendekatan humanis dan kolaboratif.
Menghapus Stigma, Merangkul Kualitas
Masih banyak masyarakat yang menganggap karya penyandang disabilitas tidak sebaik karya orang lain. Tapi Ratnawati tahu, stigma itu hanya bisa dilawan dengan bukti nyata. Maka, kualitas menjadi senjata utama.
Bahkan, banyak pelanggan yang datang ke pameran tanpa tahu bahwa produk yang mereka beli dibuat oleh penyandang disabilitas. Mereka tertarik karena keindahan dan mutu produknya. Ketika akhirnya tahu siapa pembuatnya, rasa kagum mereka berubah menjadi rasa hormat.
Kini, Precious One melayani repeat order dari berbagai perusahaan. Bukan karena belas kasihan, tapi karena kepercayaan. Sebuah validasi yang membuat perjuangan ini terasa semakin bermakna.

Pembelajaran Dua Arah
Bekerja bersama teman-teman disabilitas menghadirkan tantangan tersendiri, terutama dalam hal komunikasi. Ratnawati sering harus mengulang penjelasan dengan bahasa yang lebih sederhana dan visual. Tapi dari sinilah ia belajar: setiap interaksi adalah proses belajar bersama.
Ia juga membiasakan teman-teman disabilitas untuk memahami dunia kerja profesional—dari hal sederhana seperti menaruh ponsel saat bekerja, hingga memahami pentingnya etika dan tanggung jawab.
“Saya belajar memahami dunia mereka, dan mereka belajar memahami dunia yang lebih luas. Kami tumbuh bersama.”
Tiga Pilar untuk Masa Depan
Saat ini, Precious One berdiri di atas tiga pilar utama: pemberdayaan, pendidikan, dan lingkungan. Salah satu program unik mereka adalah mengolah kain perca menjadi produk bernilai jual tinggi—sekaligus menjadi solusi ramah lingkungan.
Dengan pendekatan yang inklusif dan kreatif, Precious One tidak hanya menciptakan produk, tapi juga membangun narasi baru tentang siapa penyandang disabilitas di mata masyarakat: bukan objek belas kasihan, melainkan subjek perubahan.
Tak Pernah Menyerah
Selama lebih dari dua dekade, Ratnawati mengalami berbagai tantangan. Tapi satu hal yang selalu ia pegang: ia tidak pernah ingin menyerah.
“Saya melihat hidup mereka berubah. Masyarakat juga berubah. Maka saya tahu perjuangan ini tidak sia-sia.”
Baginya, kebaikan bukan soal aksi besar, tapi soal konsistensi dalam memanusiakan orang lain dan memberi ruang untuk bertumbuh.
Harapan yang Terus Dijaga
Ratnawati hanya ingin satu hal: agar Precious One terus bertahan dan memberi dampak. Ia ingin semakin banyak orang menyadari bahwa penyandang disabilitas tidak butuh dikasihani—mereka butuh kesempatan.
Dan untuk siapa pun yang ingin mulai berbuat sesuatu tapi belum tahu dari mana, Ratnawati punya pesan sederhana:
“Mulailah dari langkah kecil. Kebaikan tidak pernah sia-sia.”
Kamu bisa bergabung sebagai relawan di Precious One atau komunitas inklusif lainnya melalui Indorelawan.org. Karena perubahan sosial bukan soal siapa yang paling lantang, tapi siapa yang mau terus bergerak.
Penulis: Nabila Aprisanti
Penyunting: Renita Yulistiana
Cerita dan dokumentasi ini adalah hasil wawancara dari narasumber