“I’ll always be in your corner, ‘cause I don’t feel alive ‘til I’m burning on your backburner.” — NIKI
Pernah merasa sudah memberi banyak waktu, tenaga, dan cinta, tapi tetap bukan prioritas? Tenang, kamu tidak sendiri. Lagu Backburner dari NIKI bisa menjadi cermin emosi bagi banyak orang, termasuk relawan yang sering berada “di balik layar” tanpa sorotan.
Artikel ini mengajak kita merenung, bagaimana ketulusan dalam kerelawanan bisa terasa seperti ‘backburner’: hadir, siap membantu, tapi jarang dihargai. Tapi jangan salah, justru dari sini kita bisa belajar bagaimana menjadi relawan yang kuat tanpa kehilangan diri sendiri.
Apa Itu Backburner?
Dalam hubungan, backburner adalah istilah untuk seseorang yang dijadikan opsi cadangan, bukan pilihan utama, tapi tetap dipertahankan just in case. Menurut Cxomedia, ini sering terjadi dalam relasi yang tidak sehat.
Tapi konsep ini juga bisa terjadi di dunia kerja, pertemanan, bahkan kerelawanan. Seseorang bisa terus hadir dan memberi tanpa pernah benar-benar diutamakan. Dan, ya ini menyakitkan.
Ketika Relawan Merasa Jadi “Cadangan”
Bayangkan kamu relawan di program pendidikan. Setiap minggu datang, ngajarin anak-anak, bantu logistik, bahkan keluar uang sendiri. Tapi saat penghargaan atau keputusan penting, namamu tak disebut.
Seperti lirik lagu NIKI:
“Guess I won’t ever mind crisping up on your backburner…”
Kalau kamu pernah merasakan ini, kamu tidak sendiri. Banyak relawan pernah mengalami hal serupa, dan ini bukan karena kamu kurang baik. Tapi mungkin ruangnya yang belum sehat.
Daripada tenggelam dalam kesedihan, mari kita ambil refleksi positif dari lagu ini. Berikut beberapa pelajaran yang bisa kita petik:
1. Relawan juga manusia
Punya hati, batas, dan rasa lelah. Menghargai relawan bukan cuma soal pujian, tapi juga memperlakukan mereka sebagai rekan sejajar.
2. Jangan jadikan relawan sebagai “opsi terakhir”
Organisasi sosial perlu membangun budaya yang memberdayakan, bukan sekadar memanfaatkan tenaga sukarela.
3. Ketulusan butuh ruang aman
Memberi itu mulia, tapi bukan berarti kita harus mengorbankan diri sendiri. Self-care bukan egois, tapi bentuk cinta pada diri sendiri.
Untuk Kamu, Relawan yang Masih Bertahan
Kalau kamu membaca ini dan merasa relate, izinkan kami bilang: kebaikanmu tidak sia-sia. Kamu mungkin tak selalu disebut, tapi kehadiranmu bisa jadi cahaya untuk orang lain.
“You’d think I’d be a fast learner, but guess I won’t ever mind crisping up on your backburner…” — NIKI
Tapi ingat, ketulusan tak harus menyakitkan. Kamu berhak berada di ruang yang sehat, dihargai, dan diberdayakan.
Yuk, Bangun Ekosistem Relawan yang Saling Menghargai
Mau jadi relawan yang tetap bisa menjaga diri dan punya ruang untuk berkembang? Temukan komunitas relawan yang sehat dan suportif di Indorelawan.org. Di sana, kamu bisa memilih kegiatan sosial yang sesuai nilai, minat, dan misi hidupmu dengan ekosistem yang saling menghargai.
Penulis: Nabila Aprisanti
Penyunting: Renita Yulistiana