Mengenang September Hitam: Tragedi Pelanggaran HAM dan Tuntutan Keadilan yang Belum Usai

Mengenang September Hitam: Tragedi Pelanggaran HAM dan Tuntutan Keadilan yang Belum Usai

September adalah bulan yang mengingatkan kita pada berbagai tragedi kelam dalam sejarah Indonesia, yang dikenal dengan istilah September Hitam. Istilah ini merujuk pada serangkaian peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi dalam rentang beberapa dekade, dari tahun 1965 hingga kini. Berbagai pelanggaran ini melibatkan korban dari berbagai latar belakang, mulai dari masyarakat sipil hingga aktivis dan mahasiswa. Sejarah ini tidak hanya menjadi ingatan bagi para korban dan keluarganya, tetapi juga mencerminkan perjuangan panjang untuk menuntut keadilan yang hingga saat ini belum sepenuhnya terwujud.

Jejak Pelanggaran HAM dari 1965 hingga Kini

Pelanggaran HAM di Indonesia menyimpan luka mendalam bagi para korban dan keluarga mereka. Salah satu peristiwa yang paling dikenang adalah Tragedi 65, yang terjadi pada 30 September 1965. Tragedi ini memicu penangkapan massal, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap orang-orang yang diduga berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Hingga kini, peristiwa ini masih menjadi salah satu catatan kelam dalam sejarah bangsa.

Setelah itu, di era Orde Baru, tragedi demi tragedi kembali terjadi, salah satunya adalah Tragedi Tanjung Priok pada 12 September 1984. Tragedi ini melibatkan penembakan umat Muslim yang menggelar aksi protes di Jakarta Utara. Pelanggaran HAM terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya, termasuk dalam peristiwa Tragedi Semanggi 2 pada 24-28 September 1999, di mana mahasiswa berdemonstrasi menolak RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) dan pencabutan dwi fungsi ABRI. Banyak dari mereka menjadi korban kekerasan.

Tragedi-tragedi lainnya yang terjadi di bulan September ini menunjukkan betapa panjangnya daftar pelanggaran HAM di Indonesia. Sebagai contoh, kematian Munir, seorang pejuang HAM yang dibunuh melalui peracunan arsenik dalam perjalanannya ke Belanda pada 7 September 2004, menegaskan betapa rentannya para pembela HAM di Indonesia. Hingga hari ini, keadilan bagi Munir dan keluarganya masih belum tercapai.

Pada 26 September 2015, seorang petani bernama Salim Kancil dibunuh karena aktivitasnya menentang penambangan pasir ilegal di Lumajang, Jawa Timur. Tragedi ini mencerminkan betapa beratnya perjuangan masyarakat kecil dalam melawan kepentingan ekonomi yang merusak lingkungan.

Tak berhenti di situ, pada 26 September 2019, dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, Kendari, yakni Imawan Randi dan Yusuf Kardawi, tewas akibat penembakan saat berdemonstrasi menolak pengesahan RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja. Peristiwa ini dikenal dengan tagar #REFORMASIDIKORUPSI dan mencerminkan bahwa perjuangan reformasi yang diimpikan pada 1998 masih menghadapi tantangan besar.

Kekerasan Berlanjut di Era Modern

Kekerasan dan pelanggaran HAM tidak hanya terjadi di masa lalu. Di tahun 2020, seorang pendeta bernama Yeremia di Papua menjadi korban kebrutalan aparat setelah ia ditembak dan ditusuk. Pendeta Yeremia dikenal sebagai suara kritis terhadap kehadiran aparat di Hitapida, Papua, dan kematiannya semakin mempertegas masalah penindasan terhadap masyarakat adat di wilayah tersebut.

Terbaru, pada 7 September 2023, kekerasan aparat kembali mencuat dalam konflik agraria di Rempang. Ribuan aparat gabungan menggunakan kekuatan berlebihan seperti water cannon dan gas air mata terhadap penduduk setempat yang menolak penggusuran untuk pembangunan kawasan industri dan pariwisata. Insiden ini menjadi pengingat bahwa konflik agraria dan hak-hak masyarakat lokal masih menjadi masalah besar di Indonesia.

Mengapa September Hitam Begitu Penting?

Bulan September menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk keadilan bagi para korban pelanggaran HAM belum selesai. Banyak kasus berat masih belum diselesaikan dengan baik oleh negara. Keadilan bagi para korban dan keluarga mereka masih menjadi utang besar yang harus dibayar oleh pemerintah. Setiap peringatan September Hitam mengingatkan kita bahwa hak asasi manusia harus menjadi prioritas, dan kita harus terus berjuang agar tragedi serupa tidak lagi terjadi di masa depan.

Momentum ini penting untuk menjaga ingatan kolektif kita tentang tragedi-tragedi kelam tersebut. Tanpa mengenang masa lalu, kita berisiko mengulangi kesalahan yang sama. Oleh karena itu, peringatan September Hitam menjadi ajakan untuk bersama-sama memperjuangkan hak-hak dasar manusia yang masih sering terabaikan.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Sebagai masyarakat, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk turut memperjuangkan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM. Pertama, kita bisa meningkatkan kesadaran tentang isu-isu HAM melalui media sosial. Media sosial telah menjadi platform yang efektif untuk menyebarkan informasi dan menggerakkan masyarakat. Dengan berbagi informasi terkait tragedi pelanggaran HAM dan perjuangan para korban, kita dapat membantu memperluas kesadaran publik.

Selain itu, mengikuti diskusi atau kampanye tentang HAM juga penting. Diskusi ini tidak hanya membuka wawasan, tetapi juga memberikan pemahaman lebih dalam tentang isu-isu yang sering diabaikan. Semakin banyak orang yang peduli, semakin besar pula tekanan kepada pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.

Terakhir, menjadi relawan di organisasi yang fokus pada isu HAM adalah salah satu cara paling nyata untuk berkontribusi. Melalui keterlibatan langsung, kita dapat membantu memperjuangkan hak-hak mereka yang terpinggirkan dan berkontribusi dalam usaha menciptakan masyarakat yang lebih adil.

Refleksi

Peringatan September Hitam tidak hanya tentang mengenang tragedi, tetapi juga tentang belajar dari masa lalu dan bergerak maju dengan aksi nyata. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Nelson Mandela, “Menolak Hak Asasi Manusia berarti menantang kemanusiaan mereka.” Kalimat ini mengingatkan kita bahwa memperjuangkan HAM bukan hanya soal kepentingan kelompok tertentu, tetapi juga tentang mempertahankan martabat kemanusiaan kita semua.

Saat ini, kita masih menghadapi berbagai tantangan dalam perjuangan HAM di Indonesia. Namun, dengan meningkatkan kesadaran, ikut serta dalam kampanye, dan memberikan dukungan kepada para korban, kita bisa menjadi bagian dari perubahan yang lebih baik.

Peringatan September Hitam adalah panggilan bergerak bersama untuk Ubah Niat Baik Jadi Aksi Baik Hari Ini dan memastikan bahwa keadilan yang kita perjuangkan tidak lagi menjadi mimpi yang jauh dari kenyataan. Ambil peran jadi relawan di isu HAM melalui Indorelawan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *