Di kelas, aku sering mendengar dosen membahas tentang isu stunting di Indonesia. Angkanya masih sangat tinggi, dan meskipun mendengarnya berulang kali, aku belum benar-benar memahami seberapa serius masalah ini. Baru ketika aku ikut serta dalam project Generasi Bebas Stunting (GBS), aku mulai menyadari bahwa stunting bukan hanya tentang gizi buruk, melainkan masalah kompleks yang memerlukan perhatian kita semua.
Hai! Aku Adinda Desta Dian, Relawan Generasi Bebas Stunting Batch 7
Nama lengkapku Adinda Desta Dian Nestiti, tapi lebih sering dipanggil Desta. Aku adalah mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat di UHAMKA, dan perjalanan menjadi relawan adalah sesuatu yang aku mulai dengan sedikit rasa Fear of Missing Out (FOMO). Pada awal masa orientasi mahasiswa baru, teman-teman kampusku banyak yang mendaftar menjadi relawan pendidikan, dan karena tidak ingin ketinggalan, aku pun ikut mendaftar. Awalnya iseng, tak disangka, aku malah keterima!
Awal Mula Menjadi Relawan: Berawal dari Rasa FOMO
Dari program relawan pertamaku, aku ditempatkan untuk mengajar di sebuah desa terpencil, tepatnya di Kampung Mualaf Baduy, Banten. Selama dua minggu, aku hidup di tengah desa kecil itu, mengajar anak-anak SD setempat. Ini adalah pengalaman yang seru, tapi juga penuh tantangan. Aku yang sebelumnya tidak tahu apa-apa soal dunia relawan, tiba-tiba menemukan diriku berada di lingkungan yang sangat berbeda dari yang aku kenal.
Tak hanya di Banten, aku juga melanjutkan kegiatan mengajar di Kampung Pemulung, yang terletak di belakang TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Setiap Sabtu selama tiga bulan, aku datang untuk mengajar anak-anak yang penuh semangat, meski fasilitas di sana sangat minim. Hal itu membuatku semakin tersadar, bahwa di luar sana, masih banyak anak-anak yang memiliki potensi besar, namun terkendala oleh keterbatasan akses pendidikan. Itu yang membuatku merasa bagian dari sesuatu yang lebih besar.
FOMO Itu Bisa Jadi Hal Positif, Tidak Melulu Ikut-Ikutan
Kebanyakan orang mungkin menganggap FOMO sebagai sesuatu yang negatif, tapi buatku, FOMO justru menjadi pintu masuk ke dunia relawan. Dari yang awalnya hanya ikut-ikutan, aku justru menemukan panggilan hati untuk membantu orang lain. Yang paling membuatku senang jadi relawan adalah saat aku sadar, ternyata hal kecil yang aku lakukan bisa memberikan dampak besar bagi orang lain. Melihat senyum anak-anak yang aku bantu, rasanya hati ikut bahagia.
Tidak hanya itu, menjadi relawan juga memberi rasa self-healing. Setiap kali aku pulang dari mengajar atau melakukan kegiatan relawan lainnya, aku merasa puas, lega, dan sadar bahwa tindakanku berarti bagi orang lain. Ini adalah perasaan yang tidak bisa tergantikan.
Ketertarikan pada Isu Stunting: Dari Teori ke Realitas
Sebagai mahasiswa Kesehatan Masyarakat, isu stunting adalah sesuatu yang sering aku dengar di bangku kuliah. Namun, meskipun teorinya sering didiskusikan, pengalaman langsung terlibat dalam proyek Generasi Bebas Stunting memberikanku perspektif yang sangat berbeda. Aku jadi benar-benar memahami bagaimana stunting bukan hanya tentang kekurangan gizi, tetapi juga terkait dengan faktor-faktor kecil dari orang tua yang bisa berdampak besar terhadap masa depan anak.
Dalam proyek GBS, aku melihat langsung bagaimana stunting dapat memengaruhi pertumbuhan fisik dan mental anak-anak, serta bagaimana intervensi dini dapat mengubah hidup mereka secara signifikan. Saat itu aku mulai berpikir, “Masa sih, anak-anak ini harus kehilangan kesempatan untuk tumbuh optimal hanya karena hal-hal yang sebenarnya bisa dicegah?” Dari situlah motivasiku semakin kuat untuk menjadi relawan GBS dan membantu mereka menjadi generasi yang sehat dan cerdas.
Mau Ajak Elsa dari Frozen untuk Jadi Relawan? Kenapa Tidak! ❄️
Saat ditanya siapa yang ingin aku ajak menjadi relawan, aku memilih Elsa dari film Frozen. Mungkin kedengarannya lucu, tapi bayangkan jika Elsa yang punya kekuatan luar biasa bisa membantu banyak orang. Dia mungkin bisa membangun fasilitas air di daerah-daerah terpencil dengan kekuatannya yang bisa membuat es! Selain itu, Elsa adalah kakak yang sangat peduli dengan orang-orang di sekitarnya, penuh kasih sayang, dan selalu ingin melindungi orang lain. Menurutku, dia bakal jadi relawan yang sangat solid!
Ini mungkin hanya khayalan, tapi intinya adalah kita semua bisa berkontribusi, meskipun tidak memiliki kekuatan super. Kadang, yang dibutuhkan hanyalah niat baik dan kemauan untuk bertindak.
Perubahan Diri Setelah Menjadi Relawan
“Setelah menjadi relawan, aku merasa lebih berani bertemu dengan orang-orang baru, lebih bersyukur atas hidupku, dan lebih peka terhadap isu-isu sosial di sekitarku.”
Pengalaman ini juga membuatku lebih bertanggung jawab terhadap pilihan yang aku buat. Menjadi relawan bukan hanya mengubah orang-orang yang kita bantu, tetapi juga mengubah diri kita sendiri.
Aku yakin, kebaikan pasti akan mendatangkan kebaikan. Setiap langkah kecil yang kita ambil untuk membantu orang lain, pada akhirnya juga akan memberikan dampak positif dalam hidup kita.
Ubah Niat Baik Menjadi Aksi Baik Hari Ini
Untuk kamu yang sedang atau baru ingin mencoba menjadi relawan, kamu keren banget! Jangan ragu untuk berbuat baik. Jika merasa lelah, tidak apa-apa untuk istirahat sejenak, tapi jangan pernah berhenti. Teruslah berproses dan menjadi versi terbaik dari dirimu. Relawan bukan hanya tentang memberi, tapi juga tentang tumbuh dan berkembang bersama orang-orang yang kita bantu. Ambil peran jadi relawan di isu kesehatan bersama Indorelawan.
Reporter: Maria Wina
Editor: Indorelawan