Di tengah kehidupan yang semakin digital, dunia permainan online seperti Roblox tidak lagi sekadar hiburan. Banyak anak, remaja, dan bahkan orang muda menghabiskan waktu berjam-jam di dunia virtual untuk berinteraksi, berkreasi, dan membangun komunitas. Jika dulu game hanya dianggap sebagai pelarian, sekarang ia berubah menjadi ruang sosial yang mempertemukan banyak karakter, emosi, dan keterampilan yang justru dekat dengan dunia nyata, termasuk dunia kerelawanan.
Roblox menjadi contoh paling menarik dari fenomena ini. Bukan hanya karena kepopulerannya, tetapi karena cara platform ini membuat penggunanya belajar berkolaborasi, membangun empati, membentuk identitas, berkomunikasi, hingga memecahkan masalah bersama. Banyak dari nilai-nilai itu ternyata sejalan dengan hal-hal yang dibutuhkan dalam kegiatan relawan.
Pertanyaannya bukan lagi “mengapa anak muda bermain Roblox?”, tetapi bagaimana dunia virtual seperti Roblox dapat menjadi jembatan menuju aksi nyata, terutama bagi relawan muda yang ingin belajar mengambil peran di kehidupan sosial.
Anak Muda, FOMO, dan Masuknya Roblox dalam Ruang Sosial
Dalam penelitian Alya Az Zahra, President University, menjelaskan bagaimana Roblox bukan sekadar permainan, tetapi ruang sosial tempat jutaan pengguna berinteraksi setiap hari.
Roblox berkembang bukan hanya karena gameplay-nya, tapi juga karena budaya media sosial. TikTok, Instagram, dan YouTube dipenuhi konten avatar estetik, outfit lucu, atau permainan dengan peta baru. Influencer memainkan peran besar dalam mengundang para pemain baru, terutama Gen Z, untuk ikut bermain demi menghindari FOMO (fear of missing out).
FOMO ini bukan hal negatif semata.
Ia menunjukkan sesuatu yang penting: anak muda punya dorongan kuat untuk terhubung, ingin menjadi bagian dari sesuatu, dan ingin ikut berkembang bersama komunitasnya.
Dalam konteks kerelawanan, ini menarik. Karena banyak relawan muda juga memulai dari FOMO yang sehat: FOMO ketinggalan pengalaman positif, FOMO tidak menjadi bagian dari perubahan, dan FOMO melihat teman-temannya berkembang lewat relawan.
Roblox memperlihatkan bahwa anak muda mudah tertarik pada kegiatan yang bergulir, kolaboratif, dan melibatkan komunitas: persis seperti relawan.
Bukan Game Semata, Tetapi sebagai Ruang Belajar
Penelitian selanjutnya berasal dari Universitas Sumatera Utara, universitas tersebut memberi gambaran menarik bahwa Roblox ternyata dapat meningkatkan literasi multimodal.
Hal ini bukan hanya sekadar teori tetapi juga memiliki data yang kuat:
- 93% siswa suka belajar melalui kombinasi visual dan teks,
- 90% siswa merasa pembelajaran digital mempermudah memahami materi,
- 84% siswa menikmati belajar lewat Roblox,
- 96.2% siswa merasa Roblox meningkatkan kemampuan literasi mereka.
Roblox melibatkan teks, gambar, suara, dan interaksi sosial. Ini membuat siswa lebih antusias dan merasa pembelajaran lebih relevan.
Dan kalau kita tarik ke dunia relawan: relawan, terutama relawan pendidikan, selalu mencari cara belajar yang lebih menarik, lebih dekat dengan dunia anak, dan tidak membosankan.
Roblox menawarkan model ideal, seperti pembelajaran yang menyenangkan, menumbuhkan motivasi, meningkatkan kreativitas, mendorong eksplorasi, dan tetap memberikan hasil pembelajaran yang nyata.
Ini menjadi contoh bahwa relawan tidak harus selalu mengajar dengan buku dan papan tulis, kadang dunia digital juga bisa menjadi jendela pembelajaran.
Empati dari Dunia Virtual: Pelajaran Berharga untuk Relawan
Dalam tulisan Dr. Fei Victor Lim dari Nanyang Technological University, membuka sudut pandang baru: dunia digital juga bisa menjadi ruang untuk membangun social emotional learning (SEL).
Penelitiannya menunjukkan bahwa ketika anak-anak bermain game seperti Roblox atau Minecraft, mereka tidak hanya bermain, tetapi juga belajar memahami perspektif orang lain, berkomunikasi, dan membangun empati.
Ada beberapa poin penting dari studinya:
- Gameplay yang memungkinkan pemain berganti perspektif atau kontrol karakter dapat meningkatkan kemampuan memahami perasaan dan pikiran orang lain.
- Interaksi dalam game mendorong anak mengelola emosi, berkolaborasi, dan menyelesaikan masalah bersama.
- Co-play (anak dan orang tua bermain bersama) membantu menciptakan ruang dialog, berbagi perasaan, dan saling mengajarkan keterampilan sosial.
Ini sangat relevan dengan dunia relawan. Pada dasarnya, relawan bergerak karena empati. Dan kemampuan empati itu dapat terbentuk, bahkan diperkuat, lewat interaksi yang terjadi di ruang digital.
Roblox, pada level tertentu, menjadi tempat anak-anak belajar: Bagaimana bekerja sama. Bagaimana membantu. Bagaimana memahami orang lain.
Ini nilai-nilai yang dibawa relawan saat turun ke lapangan.
Roblox dan Kerelawanan: Titik Temu yang Sebenarnya Sudah Lama Ada
Dari ketiga sumber tersebut, kita melihat gambaran utuh bahwa Roblox bukan hanya platform hiburan. Ia adalah: ruang sosial, ruang belajar, ruang empati, ruang kreativitas, dan ruang kolaborasi.
Dan semua itu adalah fondasi dari kerelawanan.
1. Roblox mengajarkan relawan tentang komunitas
Komunitas Roblox berjalan karena interaksi, dukungan, permainan bersama, dan kolaborasi. Begitu pula dengan kegiatan relawan.
2. Roblox menunjukkan pentingnya kreativitas dalam pembelajaran
Relawan, terutama relawan pendidikan, perlu metode yang menarik. Roblox memberi contoh konkret bagaimana anak-anak belajar paling baik: lewat pengalaman, visual, interaksi, dan kesenangan.
3. Roblox menumbuhkan empati, sama seperti relawan
Dalam banyak game, pemain belajar melihat dari sudut pandang berbeda. Ini mirip proses relawan saat mencoba memahami situasi komunitas yang mereka bantu.
4. Roblox menjelaskan kenapa anak muda mudah tertarik pada gerakan sosial
Karena mereka terbiasa aktif, berkolaborasi, ingin terhubung, dan selalu mencari kegiatan dengan komunitas.
5. Roblox membuka peluang relawan baru: digital volunteering
Relawan generasi baru tidak selalu turun ke lapangan. Mereka bisa: membuat modul digital, mendampingi anak belajar daring, membuat ruang aman online, atau mengedukasi anak-anak tentang literasi digital.
Dunia Virtual Bisa Membawa Kita ke Aksi Nyata
Roblox bukan sekadar ruang bermain, tetapi ruang belajar digital yang penuh interaksi, kreativitas, dan kerja sama. Di sana, anak muda belajar berkomunikasi, membuat keputusan, berkolaborasi, dan memahami orang lain, keterampilan yang juga sangat dibutuhkan dalam dunia kerelawanan.
Melihat bagaimana mereka tumbuh dalam ruang virtual membantu relawan memahami cara generasi muda belajar, apa yang mereka sukai, dan bagaimana pendekatan yang paling relevan untuk mereka. Dunia seperti Roblox tidak menggantikan pengalaman relawan secara langsung, tetapi dapat menjadi pintu masuk baru untuk memahami dan menjangkau generasi yang kelak meneruskan semangat kebaikan.
Dan pada akhirnya, baik di dunia digital maupun di dunia nyata, nilai pentingnya tetap sama: kita bertumbuh ketika kita terhubung dan saling memberi dampak.
Kalau kamu ingin mulai mengenal dunia kerelawanan dari dekat, berkontribusi untuk orang lain, atau belajar bersama relawan-relawan hebat lainnya, kamu bisa mulai eksplor kegiatan relawan di indorelawan.org.
Satu langkah kecil bisa membuka perjalanan yang jauh lebih besar, dan siapa tahu, di sana kamu menemukan “jodoh” kebaikanmu sendiri.
Sumber artikel:
- When Fun Meets FOMO People: How ROBLOX Influences Players Behavior Through Social Media
- Roblox: Fun Game for Learning Tool in the Classroom
- The Possibilities of Digital Play in Advancing Effective Social and Emotional Learning
Penulis: Nabila Aprisanti
Approval: Indorelawan