Dari Relawan ke Altruisme

Dari Relawan ke Altruisme

Website Indorelawan.org diluncurkan di tengah umpatan-umpatan sinis pada generasi muda.

Generasi ini dituduh berpikir dangkal, tidak kreatif, tidak tahu malu, suka bullying, tidak punya etos kerja, narsistis, dan tidak ikut pemilu. Professor Mark Bauerlein, seperti dikutip Don Tapscott, menyebut generasi ini generasi paling dungu, the dumbest generation. “Jangan percaya kepada siapa pun yang berusia di bawah 30 tahun” kata sang profesor. Benarkah?

***

Saya percaya, ada norma lain dari perilaku manusia muda yang disebut Auguste Comte sebagai altruisme, yaitu perilaku yang diniatkan untuk memberi manfaat bagi orang lain, bahkan sampai titik mengorbankan diri aktornya.

Dalam “A Fat Lady in a Corset: Altruism and Social Theory”, Kristen Renwick Monroe menjelaskan karakter altruisme. Pertama, altruisme bukan sekadar niat, tapi tindakan. Kedua, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain. Ketiga, niat melebihi konsekuensi tindakannya. Empat, tindakan itu harus membawa perubahan yang lebih kecil bagi dirinya.

***

Nah, karakter altruistik inilah yang saat ini tengah menjangkiti kalangan pemuda seluruh dunia.

Mereka adalah generasi Web 2.0! Generasi “Web Baca Tulis” plus ber-jejaring sosial. Multitasking. Kemampuan generasi ini menantang intelektualitas siapa saja dan internet menjadi ajang latihan intelektual mereka.

CEO Google, Eric Schmidt, pernah ditanya oleh Don Tapscott, apakah mereka generasi paling dungu?

Eric menjawab, “generasi ini justru paling cerdas, bukan paling dungu. Mereka lebih cepat, lebih global, lebih banyak akal, dan berpendidikan lebih baik. Fakta nyata bahwa saling terhubung sejak menjelang lahir melalui telepon genggam, chatting, dan sekarang jaringan sosial menjadikan mereka generasi paling saling terhubung; mereka saling peduli lebih dari yang pernah kita bayangkan.”

Mereka ingin mengubah dunia. Bukan generasi yang hanya menanti dan menanti datangnya perubahan. Mereka bertindak. Mereka bergerak terus menerus melalui segala cara, sambil berusaha menemukan cara terbaik membuat perubahan bermakna.

Mereka sadar banyak pemuda desa bahkan di kota yang tak mengakses internet. Mereka merelakan dirinya menjadi relawan di desa-desa terpencil negerinya, sebagian lebih kreatif lagi ikut mengembangkan hobi kreatif menyelam, wisata kuliner, atau sekadar berperjalanan mengagumi alam.

Generasi inilah yang, tanpa imbalan bayaran atau justru mendapat resiko, melarang diri mereka memakai kantong plastik, menemani anak-anak jalanan tanpa digaji, mempertahankan ruang publik yang sehat dengan mengaktifkan taman dan hutan kota, hingga menjadi relawan untuk perjuangan korban berkampanye #14tahunhilang melalui media sosial. Di kampanye itu, ada sekitar 5,403 tweets, 9,515,093 impressions dan 1,609 pledges sejak 22 Agustus sampai 7 September 2012 (Stratego, 2012).

Mereka berdemonstrasi di jalan, mendatangi gedung KPK melawan korupsi, bahkan melawan bapaknya jika korupsi. Mereka bersolidaritas pada setiap inisiatif memprotes peristiwa yang mengoyak akal sehat. Tak sedikit orang tua terkejut menyimak cara pikir mereka saat makan bersama.

Jadi, menuduh mereka bodoh sambil menyalahkan internet adalah pekerjaan sia-sia. Dari website Indorelawan, saya percaya generasi muda bukan hanya ingin bersuara, berbagi, memberi, menolong dan bekerjasama lewat media sosial. Lebih jauh, mereka ingin berpeluh dan berkeringat agar Indonesia kita lebih baik.

Ditulis oleh: Usman Hamid (pendiri Public Virtue Institute dan Change.org Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *