Hari Gizi Nasional diperingati setiap tanggal 25 Januari, tahun ini genaplah usianya 64 tahun, dengan mengusung tema “MP-ASI Kaya Protein Hewani Cegah Stunting”, dan slogan “MP-ASI Berkualitas untuk Generasi Emas”. Generasi emas yang sedang Indonesia persiapkan pada tahun 2045 dengan bonus demografinya.
Apa sih bonus demografi itu?
Diperkirakan pada tahun 2045, Indonesia memiliki proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang lebih banyak jika dibandingkan dengan usia non produktif (65 tahun ke atas), 60% proporsinya dari total penduduk di Indonesia. Harapannya dengan banyaknya jumlah usia produktif dapat lebih mengoptimalkan perekonomian negara, tapi sudah siapkah sumber daya manusia kita menyongsong 2045?
Banyaknya jumlah sumber daya manusia harus sebanding dengan kualitasnya, jika bonus demografi ini tidak dikelola dengan baik, dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru salah satunya pengangguran yang berpengaruh pada kualitas hidup, keterbatasan asupan makan sehingga muncul masalah gizi. Sebagai golongan usia produktif, kelak pengambil-pengambil keputusan itu ada ditangan kita, kira-kira apa ya yang bisa kita lakukan sekarang?
Mempersiapkan diri dengan membuat generasi yang “Melek Gizi” bisa dimulai dari menjadi Relawan loh! Masa sih?
Generasi Bebas Stunting adalah salah satu gerakan yang melibatkan anak muda sebagai agen perubahan untuk mencegah isu stunting di Indonesia melalui pelatihan intensif yang meliputi kelas pemberian materi, mentoring, dan challenge-challenge untuk menjadi relawan yang memahami tentang isu stunting.
Stunting itu apa sih?
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak, jadi tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. Jika bonus demografi nanti didominasi oleh anak-anak yang stunting maka sumber daya manusia kita adalah generasi yang mengalami kurang gizi kronis yang tentunya kurang bisa bersaing.
Memang anak yang pendek itu kenapa?
Ternyata masalahnya bukan dari tinggi atau pendeknya, tapi “pendek” adalah hasil dari kekurangan gizi yang kronis dalam jangka lama, sehingga bukan hanya berpengaruh pada tinggi badan tapi berpengaruh pada kecerdasan anak.
Generasi Bebas Stunting mengajak relawan untuk mengenal apa-apa saja sih penyebab stunting itu, ternyata bukan hanya masalah kurang gizi atau kurangnya asupan makan tapi dari hal yang mendasar seperti dari bidang ekonomi, bidang kesehatan terutama dalam kebersihan sanitasi lingkungan, dan pengetahuan kita terkait pola makan. Banyaknya faktor yang mempengaruhi stunting ini menyebabkan banyak sektor yang terlibat, itulah kenapa isu stunting ini menjadi gencar disampaikan.
Setelah memperoleh materi kita akan diajak untuk mengikuti challenge yaitu berkunjung pada Posyandu sekitar rumah, hal itu menjadi hal yang sangat menarik karena kita bisa menerapkan ilmu yang kita peroleh secara langsung untuk wilayah terdekat.
Kita akan diajak untuk mewawancarai terkait jumlah bayi dan balita yang terdaftar, adakah kasus stunting yang pernah ditemukan dan apakah ada keterbatasan yang dirasakan oleh pihak Posyandu selama menjalani kegiatan, misalnya keterbatasan alat ukur, akses wilayah atau mungkin insentif kader yang belum optimal.
Belajar memahami permasalahan di wilayah sekitar mengajarkan kita untuk lebih peka, ternyata masih banyak kendala loh yang perlu kita bantu salah satunya dengan melakukan penyuluhan pada kader terkait materi stunting dan fundraising untuk berbagi bersama Posyandu wilayah sekitar. Harapannya dengan mengoptimalkan Posyandu, kita dapat melakukan pemantauan status gizi anak-anak sedari dini, sehingga dapat menjaring anak-anak yang mungkin mengalami gizi kurang atau bahkan stunting.
Jadi, bantu yuk! Persiapkan sumber daya manusia yang berkualitas yang bisa kamu mulai sebagai relawan melalui website Indorelawan untuk menyongsong Generasi Emas 2045. Ubah Niat Baik Jadi Aksi Baik Hari ini.
Ditulis oleh Hestri Nurjanah (Relawan Super Indorelawan 2024)