Chemistry – pernahkah kamu melihat seorang teman -atau siapa pun itu- yang sedang jatuh cinta? Lalu apa yang pertama kali melintas dalam benakmu? Sebagian orang mungkin berpikir tentang kenapa orang ini mau mengorbankan banyak hal demi pasangannya? atau kok mereka mau sih melakukan hal konyol?
Nah itulah yang disebut sebagai Chemistry, wahai saudara-saudara.
Kalian merasa ga sih, kalau ikatan semacam ini sangat menarik untuk dibahas? Bukan tanpa alasan sih. Karena ternyata perasaan itu ga cuma bisa ditemukan dalam hubungan percintaan doang. Tapi bisa diaplikasikan pada keorganisasian bahkan bisa membangun situasi perusahaan yang menyenangkan.
Chemistry Itu Penting
Kehadiran chemistry sesungguhnya memiliki peran yang mengagumkan. Sebab mampu menciptakan keterkaitan yang sangat kuat antara satu sama lain personal. Misalnya antara kamu dan pasangan juga partnermu, bahkan dalam kepengurusan organisasi.
Bayangkan, jika chemistry sudah terbangun di dalam organisasi yang kamu tekuni. Semua orang yang terkait pasti akan bersedia untuk mengorbankan banyak hal demi mencapai tujuan bersama. Mereka akan memaksimalkan setiap potensi dan kesempatan yang dimiliki. Layaknya efek jatuh cinta yang menggila.
Pengertian Chemistry
Chemistry adalah tanda hubungan emosional yang terbangun antara dua orang. Pernyataan ini ditemukan dalam buku berjudul ‘The Subtle Art of Not Giving A Fuck’.
yang ditulis oleh Mark Manson
Chemistry adalah sebuah konsep psikologi yang mendefinisikan kecocokan perasaan sebagai tingkat di mana orang merasa cocok dalam hal perasaan mereka. Sedangkan pendapat ini berada dalam sebuah buku berjudul ‘Sexual Attraction and Love’.
yang ditulis oleh Zick Rubin
Sekali lagi, chemistry telah diterapkan pada berbagai hubungan manusia seperti halnya persahabatan, pernikahan, dan hubungan rekan kerja. Dan poin yang perlu kamu ingat adalah tidak hanya perihal ketertarikan namun juga kecocokan, menyangkut rasa nyaman hingga rela berkorban.
Penyebab Sulitnya Membangun Chemistry
Chemistry yang akan dibahas ini lebih menitik beratkan atas penerapan yang diambil dalam lingkup kepemimpinan atau lingkungan kerja. Contoh kasusnya akan berada di lingkaran itu ya. Tapi masih tetap bisa kamu jadikan introspeksi dalam menjalin hubungan lain seperti percintaan misalnya.
1. Sifat Bossy
Rama S. Nugraha seorang Presiden Insight Organization, mengungkapkan bahwa dari hasil interviewnya dengan ratusan pekerja yang berkesempatan ia latih dan menemukan pertanyaan yang bunyinya:
“Kita semua sudah tahu kalau mereka adalah atasan dan kita adalah bawahan, tetapi apakah perlu untuk ditonjolkan seperti itu? Bukankah seharusnya pemimpin itu lebih bersifat rendah hati dan menghargai?”
Kalimat tadi sedikit menggelitik namun juga berhasil menampar dalam waktu yang bersamaan. Faktanya memang tidak ada manusia yang suka terus diingatkan secara terus menerus terkait posisinya yang lebih rendah dibandingkan orang lain.
Setiap manusia membutuhkan penghargaan dan pengakuan atas tindakan yang telah ia usahakan. Selanjutnya Gordon Selfridge selaku pendiri salah satu department store terbesar di dunia. Ia mengatakan pencapaiannya tersebut ia dapatkan dengan menjadi seorang “Pemimpin” dan bukan menjadi “Boss”.
2. Kurang Mendengarkan
Mendengarkan bukan berarti diam dan hanya membiarkan orang lain bicara ya. Tapi memberikan atensi dan kemauan untuk memahami, menciptakan budaya trust dan keterbukaan antara atasan juga stafnya.
Semakin tinggi posisi seseorang dalam struktur organisasi, akan semakin sedikit pula pengetahuan yang dimilikinya perihal kondisi yang terjadi di kalangan bawahnya.
Dampaknya muncul kecenderungan lahir kebijakan yang tidak relevan dengan keadaan sehingga tidak mampu menjadi solusi bagi bawahan.
Keterampilan dalam mendengarkan diperlukan untuk mempersempit jarak antara kedua belah pihak tadi. Sehingga ia mengetahui apa yang dialami karyawan. Memberi karyawan kesempatan untuk menjelaskan kenyataan yang ada sebelum melakukan judgment dan pencarian solusi.
3. Kecenderungan menyalahkan
Ini sering terjadi, pertama mari kita samakan persepsi. Coba pikirkan ini, apabila terjadi sebuah kesalahan dalam organisasi yang kamu jalani pasti akan ada yang dituntut untuk bertanggung jawab, betul kan. Tapi apakah bersikap menyalahkan merupakan sesuatu yang diperbolehkan?
Jadi bersikap menyalahkan itu lebih kepada menyudutkan, menuduh dan memberikan sanksi sosial yang akhirnya akan membuat seseorang menjadi malu bahkan tertekan. Hal seperti ini cenderung lebih menyakitkan untuk dialami seseorang.
Dalam kasus yang berkepanjangan ‘menyalahkan’ bisa menjadi tradisi yang turun temurun. Parahnya akan merembet hingga orang terdekat contohnya keluarga. Inilah yang disebut sebagai proyeksi emosi.
Lalu bagaimana? Daripada menyalahkan akan lebih baik jika kita memberikan sanksi pada orang tersebut. Tujuannya untuk menyadarkan dan memberi kejelasan bahwa ia mengalami kesalahan yang perlu diperbaiki. Dan perlu pula dilakukan penjelasan perihal titik permasalahan agar dia belajar dan ingat.
4. Komunikasi ‘Tidak Jelas’
Menyambung dengan perlunya ‘menjelaskan’ di poin ke-3. Komunikasi memegang peranan yang dominan. ketidak-jelasan saat berkomunikasi akan membuat orang yang mendengarkan tidak memahami apa yang kita inginkan. Akhirnya menjadikan banyak kesalahpahaman (miss communication).
Meski begitu, nyatanya banyak manusia sering kali mengeluhkan hal ini dengan bertanya “Sebetulnya apa yang salah, padahal aku sudah menjelaskannya berkali-kali tapi dia tetap tidak mengerti?“
Boleh dikatakan bahwa cara penyampaian kamulah yang kurang tepat. Dalam berkomunikasi kita perlu memperhatikan banyak faktor. Berbagai faktor yang menjadi pembeda ini bisa diselaraskan dengan cara mengamati dengan siapa kita berbicara.
Tips yang efektif, kenali lawan bicara lalu perbaiki cara bicara.
5. Kurang Perhatian
Kita memang tidak bisa membuat semua orang senang, dengan perilaku kita, ataupun berusaha menyetujui semua yang orang inginkan. Tapi kita bisa memutuskan akan memberikan sikap seperti apa untuk membuat mereka nyaman dengan posisi kita.
Dengan peduli-simpati dam empati. Ketiga hal tersebut merupakan prinsip utama dalam menjalin hubungan antar manusia. Jadi pekerjaan bukan hanya berhenti pada pendelegasian tugas, memantau perkembangan tugas dan mengevaluasi tugas.
‘Aku mengerjakan tugasku, dan kamu menyelesaikan tugasmu. Pekerjaan selesai Lalu cerita pun tamat’
Tolong tidak semudah itu wahai saudara-saudara. Kalau seperti ini, yang ada partnermu akan merasa kurang diperhatikan dan mengalami demotivasi. Pekerjaan mereka terkadang bisa disebut tidak maksimal, tidak produktif dan kamu tau? suasananya menjadi hambar.
Baca juga: Brainstorming: 11 Tahap Efektif Mencari Ide Kreatif
Menciptakan Kedekatan Personal
Oke, mari kita gunakan cara yang disarankan oleh seorang trainer ternama di Indonesia. So, beginilah cara membangun chemistry antara seorang atasan dan bawahannya. Berlaku untuk semua posisi sebagai atasan, baik itu untuk ketua umum dan bidang organisasi kampus, ketua komunitas, seorang supervisor, manajer dan seterusnya.
- Mulailah dengan keluar dari ruanganmu, berkeliling dan bersosialisasi dengan bergaul bersama mereka. Sebagai bukti bahwa kamu perhatian atas pekerjaan yang telah mereka lakukan
- Mengunjungi rumah mereka saat mengadakan suatu acara atau hanya sekedar berkunjung untuk bertegur sapa.
- Mencari informasi tentang data personal mereka contohnya tanggal ulang tahun, hobi, hari raya pernikahan atau anak mereka. Hal- hal yang terlihat sepele tapi menandakan fase istimewa yang mereka lalui. Dan rayakan bersama-sama.
- Mengadakan acara bersama dengan dua jalan yaitu secara periodik dan insidental/ khusus. Yang terakhir ini bisa seperti perayaan keberhasilan dari tim yang kamu pimpin.
Berkreasilah untuk menciptakan aktivitas-aktivitas lain yang bisa mendekatkan kamu dengan mereka. Hubungan manusia bukanlah seperti halnya robot atau mesin yang digunakan dengan sekali perintah layaknya menekan tombol lalu diservis jika mengalami kerusakan. Sama sekali tak ada Chemistry.
Manusia lebih kompleks dengan segala pemikiran dan perasaan mereka. Jadi bagaimana mungkin kamu bisa memimpin mereka jika kamu tak mengenal mereka sebagai pengikutmu?
Ayo bangun chemistry-mu sekarang dengan gabung #JadiRelawan di organisasi Indorelawan.org dan Ubah Niat Baik Jadi Aksi Baik Hari Ini
Referensi: Nugraha, R. S. (2012). Jangan Jadi Pemimpin Sebelum Baca Buku ini! Jakarta: Visimedia.
Disunting oleh Renita Yulistiana