Duanyam, Penyedia Lapangan Pekerjaan Alternatif Bagi Ibu Hamil di NTT

Duanyam, Penyedia Lapangan Pekerjaan Alternatif Bagi Ibu Hamil di NTT

“Dan biarpun saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan, saya akan mati dengan merasa berbahagia, karena jalannya sudah terbuka dan saya ada turut membantu mengadakan jalan yang menuju ke tempat perempuan Bumiputra merdeka dan berdiri sendiri,” tulis R. A. Kartini dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Tentu semakin bahagia Ibu Kartini bila tahu jalan yang ia gagas menuntun terbukanya jalan-jalan lain menuju tercapainya kesejahteraan perempuan Indonesia. 

Azalea Ayuningtyas, seorang Kartini Muda lulusan Harvard School of Public Health, berjuang untuk meningkatkan taraf kesehatan ibu dan bayi di Indonesia. Saat melakukan studi lapangannya di Mumbai, India, Ayu bertemu dengan wanita tua yang mengeluh bosan menjadi subjek penelitian namun tak kunjung mengalami perubahan di hidupnya. Di tahun 2014, Ayu yang saat itu bekerja di sebuah perusahaan di Boston, Amerika Serikat, akhirnya memutuskan untuk berhenti bekerja dan kembali di Indonesia untuk mendirikan Du’Anyam.

Du’Anyam merupakan kewirausahaan sosial yang menyediakan lapangan pekerjaan alternatif bagi ibu hamil di Nusa Tenggara Timur. Ayu bersama enam orang temannya menggabungkan konsep bisnis dengan program sosial yang mampu memberikan pengaruh konkret terkait kesejahteraan ibu dan bayi. Bersama Du’Anyam, Ayu berhasil menaikkan pendapatan 150 wanita Indonesia dari 12 desa di Kabupaten Flores Timur (Duntana, Sulengwaseng, Tanahwerang, Liwo, Lebau, Ilepadang, Lamawai, Wulublolong, Lewohedo, Lamika, Eputobi, dan Tuwakepa) sebanyak 20 persen.

***

Sebagian besar masyarakat Flores Timur menyambung hidup dengan berladang. Mereka memotong dan membersihkan belukar bawah, menebang pohon-pohon, dan membakar dedaunan juga batang pohon. Pekerjaan berat tersebut tidak terkecuali dilakukan oleh ibu hamil yang sesungguhnya membutuhkan banyak istirahat. Kegiatan berladang yang bersifat musiman ini pun belum cukup untuk menutupi biaya-biaya yang terkait persalinan di Puskesmas.

Sebanyak 45,5% dari jumlah ibu hamil di Nusa Tenggara Timur mengidap Kekurangan Energi dan Kalori dan 52% dari jumlah balita menderita Kekurangan Gizi Kronik. Provinsi ini menempati peringkat Human Development Index (HDI) ke-31 dari total 33 provinsi di Indonesia dan merupakan salah satu daerah dengan jumlah kematian ibu hamil dan bayi tertinggi di Asia Tenggara. Berdasar pada permasalahan tersebut, Azalea Ayuningtyas (Founder dan CEO Du’Anyam) bersama enam orang sahabatnya tergugah untuk menggagas berdirinya Du’Anyam.

Nama Du’Anyam merupakan peleburan kata “Du’a” dan “Menganyam” dari bahasa Maumere yang berarti “Ibu menganyam”. Du’Anyam memiliki tujuan yakni untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi dengan mengurangi risiko dari bekerja di ladang yang berat selama masa kehamilan serta meningkatkan kemampuan finansial untuk mengakses fasilitas kesehatan dan nutrisi yang layak.

Sesuai namanya, Du’Anyam yang resmi berdiri pada akhir tahun 2014 ini mendayagunakan keahlian penduduk lokal dalam menganyam daun lontar. Dimulai dari desa Duntana, pihak Du’Anyam memberikan sosialisasi mengenai standar pengolahan daun lontar dan mendorong wanita hamil di sana untuk sementara meninggalkan kegiatan berladang dan berpartisipasi dalam kegiatan menganyam. Namun, meski awalnya Du’Anyam berfokus untuk membantu ibu muda dan ibu hamil agar mendapatkan penghasilan lebih, tidak sedikit antusiasme yang ditunjukkan oleh wanita lanjut usia. Di akhir tahun 2015, Du’Anyam pun berekspansi ke sebelas desa lain (Sulengwaseng, Tanahwerang, Liwo, Lebau, Ilepadang, Lamawai, Wulublolong, Lewohedo, Lamika, Eputobi, dan Tuwakepa) dan hingga kini sudah memiliki 150 orang pengrajin. 

Penghasilan yang didapat pengrajin beragam: mulai dari Rp 8.000 hingga Rp 75.000 yang dibayarkan langsung tergantung jenis produk yang mereka buat. Anyaman yang dibuat pengrajin bisa berupa anyaman tikar atau keranjang. Anyaman tikar selanjutnya akan dibentuk menjadi barang siap pakai seperti sandal dan tas di Jakarta. Dalam sebulan wanita-wanita pengrajin tersebut mampu menghasilkan anyaman tikar untuk memproduksi 1000-1200 pasang sandal.

Selain meningkatkan penghasilan pengrajinnya, Du’Anyam juga menghidupkan kembali program pemerintah yang lesu. Program pemerintah yang digalangkan kembali, antara lain Tubulin (Tabungan Ibu Bersalin) dan PMT (Pemberian Makanan Tambahan). Du’Anyam mendelegasikan koordinator untuk bekerjasama dengan bidan dan kader-kader kesehatan untuk membantu merencanakan biaya proses persalinan pengrajin. 

Koordinator merupakan perwakilan pengrajin dari tiap desa yang dipilih oleh para pengrajin bersama dengan Du’Anyam. Ia bertugas mengajak pengrajin yang sedang hamil untuk menyisihkan penghasilannya dari menganyam untuk keperluan persalinan. Koordinator tiap daerah juga mengumpulkan iuran setiap bulan dari pengrajin untuk digunakan untuk membeli dan memasak makanan bernutrisi untuk dimakan bersama keluarga. Adapun program lain yang mulai dilakukan Du’Anyam bersama Tanoto Foundation sejak Februari lalu, yaitu mengadakan pelatihan edukasi nutrisi, pembentukan kebun sayur, dan pembentukan kandang ayam.

Kedepannya, Du’Anyam ingin memberdayakan warga wanita di delapan desa lain di Kabupaten Flores Timur dan dapat memasukkan produknya ke pasar retail. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan peran seorang ibu dalam pengambilan keputusan pengeluaran keluarga secara signifikan.

***

Tsurayya Ghaida

Random! Lulusan Ilmu Komunikasi UI ini senang mencoba banyak hal. Mulai dari menjadi reporter saat magang di NET. TV sampai membuat publikasi semasa enam bulan magang di Pertamina. She finds herself being happiest whilst making creative content.

Aya mengisi waktu luangnya dengan menjadi Freelance Graphic Designer.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *