Merayakan Hari Pendidikan Nasional lekat dengan pemikiran tokoh Ki Hadjar Dewantara dan pandangannya tentang konsep pendidikan pada asas kemerdekaan melalui sistem among yang memiliki dua dasar: pertama, kodrat alam sebagai syarat kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya; kedua, kemerdekaan sebagai syarat menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak agar dapat memiliki pribadi yang kuat dan dapat berpikir serta bertindak merdeka. Mutlaknya, pembelajaran memberikan kebebasan kepada siswa untuk berpikir, guna mengembangkan bakat, kreativitas, dan kemampuan yang ada di dalam dirinya. Temuan inilah yang menjadi titik balik bagi seseorang yang dulunya otoriter, menjadi seorang pendidik yang mulai memanusiakan hubungan.
Cerita ini datang dari seorang guru honorer bernama Neri Liawati, yang saya hubungi via telepon ketika akhir pekan. Sosok ini direkomendasikan oleh Yayasan Guru Belajar dan Komunitas Guru Belajar Nusantara (KGBN) Sijunjung. Ibu Neri berasal dari Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Sejak tahun 2014, ia mengajar Tata Busana di SMKN 1 Sijunjung. Selain mengajar, ia juga menjadi ibu dari empat orang anak dan membuka jasa menjahit di rumah, berkat keterampilannya.
- Menjadi Guru Adalah Peluang
Awalnya, ia tidak berharap bisa menjadi guru karena hanya lulusan D3. Selain itu, sangat sedikit juga sekolah yang membuka lowongan tenaga guru dalam mata pelajaran Tata Busana. Tapi, saat itu ia melihat ada peluang di SMKN 1 Sijujung, akhirnya ia mencoba untuk melamar menjadi guru sambil melanjutkan pendidikan ke tingkat sarjana.
Selama mengajar, ia merasa menjadi seorang guru yang otoriter dan kejam. Tantangan mengajar Tata Busana yang banyak memerlukan alat dan bahan, membuatnya sering berteriak di kelas. Sebab, ia merasa siswa yang tidak patuh, harus diperlakukan dengan keras dan tegas agar mereka bisa tertib menghargai seorang guru.
“Siapa yang tidak bawa alat hari ini, silakan keluar.”
- Awal Mula Kenal KGBN
Berkat membuka jasa menjahit, ia dipertemukan dengan beberapa teman guru dalam Komunitas Guru Belajar Nusantara (KGBN) Sijunjung. Awalnya, ia tidak minat dan hanya menjadi pengikut saja. Hingga suatu hari, ia mendapatkan materi dan mengenal Miskonsepsi Pembelajaran dan yang paling membuatnya tersentuh adalah bagian Memanusiakan Hubungan. Sejak memahami hal tersebut, ia mampu merefleksikan bahwa menjadi guru bukanlah mengajar hanya untuk mendikte siswa, tetapi mampu menciptakan pembelajaran dari kesepakatan bersama.
- Tantangan Saat Pandemi
Pengalaman mengajar mata pelajaran Tata Busana membuatnya sangat sulit untuk merancang pembelajaran interaktif, yang mayoritas adalah praktik. Meskipun perkembangan teknologi yang pesat, ia merasa kurang maksimal karena terkendala jaringan internet yang terbatas dan kurangnya motivasi serta antusias siswa dalam pembelajaran satu arah. Ia pernah mencoba memberikan pembelajaran lewat WhatsApp, hasilnya hanya 7-10 siswa yang menjawab dari total 30-an siswa.
- Hikmah Jadi Relawan
Semenjak menjadi relawan di KGBN, ia mendapat banyak kesempatan untuk mengikuti pelatihan online dan kesempatan belajar yang lebih luas. Mulai dari Canva, membuat video pembelajaran lewat Kinemaster, dan berdiskusi dengan para guru dari berbagai daerah tentang masalah di kelas dan mencari solusinya bersama-sama.
Kerelawanan membuatnya belajar bahwa tidak semua hal bisa diukur dengan uang. Melalui KGBN, ia juga belajar toleransi karena tidak membedakan status. Semua dianggap setara dan berhak belajar, meskipun hanya ia yang merupakan guru honorer.
“Harapan saya di Hari Pendidikan Nasional adalah semoga guru dan siswa bisa beradaptasi dengan kurikulum, selalu termotivasi, dan jangan pernah berhenti belajar, karena kita adalah pembelajar sepanjang hayat.”
Ujarnya sebelum menutup pembicaraan via telepon. Selamat Hari Pendidikan Nasional! Ubah Niat Baik Jadi Aksi Baik Hari Ini dan dukung organisasi yang bergerak di isu pendidikan melalui website Indorelawan.org
Ditulis oleh Renita Yulistiana dari hasil wawancara bersama Ibu Neri Liawati
Referensi